Pertama Dan Terakhir Kali Perselingkuhan Ku Dengan Kerabat Dekat

Saya taat beragama dan mengenakan jilbab hingga sekarang. Tetapi sejak kejadian-kejadian ini, saya merasa sebagai wanita berdosa yang tidak lagi mampu menghindari dosa bersetubuh dengan laki-laki yang bukan suami sendiri. Membayangkan kejadian-kejadian tersebut saya selalu ingin menangis tetapi pada saat yang sama saya juga didera oleh nafsu birahi membara yang tidak mampu saya atasi.

Dengan shalat saya merasa agak tenang. Pada saat shalat itu akan selesai, saya mendengar ada ketukan pintu, ada tamu. Apa boleh buat, si tamu harus menunggu saya selesai.

Melihat Enda di luar saya jadi agak terburu-buru. Biasanya saya menemui orang yang bukan suami dan anak (atau wanita) selalu dengan mengenakan pakaian wanita rapi dan tertutup rapat. Karena terburu-buru dan tanpa saya sadari, saya hanya mengenakan baju tidur berkain halus warna putih sebatas lutut berlengan pendek dengan kancing-kancing di depan. Untung saya masih sempat mengenakan secarik kain selendang warna hitam untuk menutup kepala, bukan jilbab, tetapi seperti selendang tradisional yang diselempangkan di kepala hanya untuk menutup rambut. Leher saya terbuka dan telinga saya terlihat jelas. Apa boleh buat saya tidak dapat membiarkan Enda menunggu saya didepan rumah terlalu lama.

Tiba-tiba saya menyadari bahwa kami hanya berdua saja. Terus terang, Enda dan Dian adalah kerabat yang paling saya sukai karena perangai mereka berdua yang sopan dan terbuka. Saya duduk di sofa di seberang agak ke samping dari kursi sofa yang diduduki Enda. Pada saat saya mulai duduk saya baru menyadari agak sulit untuk duduk dengan rapi dan tertutup dengan pakaian yang saya kenakan. Posisi alas duduk sofa cukup rendah sehingga pada saat duduk lutut terasa tinggi dibandingkan dengan pantat.

Tiba-tiba Enda bilang ” Wah, kayak-kayaknya Erik semakin getol main komputernya yah Win, kan sudah hampir SMA”. Deg perasaan saya, semua pengalaman internet jadi terbayang kembali. 

Terutama terbayang pada Erik saat ia beronani di depan komputernya.

“Eh, kenapa kak Win, koq kaya seperti orang bingung sih ?”, Enda melihat perubahan sikap saya.

“Ah, tidak apa-apa kok. Tapi si Erik memang sering sekali main komputer.” kata saya. Saya mendadak merasakan keberduaan yang mendalam di ruangan itu. Saya merasa semakin canggung dan ada perasaan berdebar. Untuk menghindar dari perasaan itu saya menawarkan minum pada Enda, “Wah lupa, kamu mau minum apa Bud ?”.

“Kalau tidak merepotkan, saya minta kopi saja deh”, kata Enda. Saya tahu, Enda memang paling suka minum kopi.

Saya tersadar bahwa penampilan pakaian saya yang tidak biasanya telah menarik perhatiannya. Terutama sekali mungkin karena posisi duduk saya tadi yang sedikit menyingkap bagian bawah pakaian saya.

Saya yang terbiasa berpakaian muslim tertutup rapat, ternyata dengan pakaian seperti ini, yang sebenarnya masih terbilang sopan, telah mengganggu dan menggugah (sepertinya) perhatian Enda. Menyadari ini saya merasa berdebar-debar kembali, dan tubuh saya terasa seperti dialiri perasaan hangat.

Ya ampun ., saya tidak menyadari, dan tentunya Enda dapat melihat dengan leluasa. Saya menjadi merasa agak jengah. Tetapi entah mengapa ada perasaan lain yang muncul, saya merasa sexy dan ada perasaan puas bahwa Enda memperhatikan penampilan saya yang sudah cukup umur ini. 

Tubuh saya tampak masih ramping dengan kulit yang putih. Kecuali bagian perut saya tampak ada sedikit berlemak. Enda yang saya anggap sopan dan ramah itu ternyata memperhatikan tubuh dan penampilan saya yang sebetulnya sudah tidak muda lagi. Saya merasa nakal dan tiba-tiba perasaan birahi itu muncul sedikit demi sedikit. Bayang-bayang persetubuhan dan sex di internet melingkupi saya. 

Oh., bagaimana ini.. Aduh ., birahi ini, apa yang harus dilakukan.

“Wah maaf ya Bud, agak lama, sekarang saya buat dulu kopinya.” kata saya. Saya dapat merasakan Enda memandang saya dengan perhatian yang lebih walaupun tetap sangat sopan. Ia tersenyum, tetapi lagi-lagi pandangannya menyambar bagian bawah tubuh saya. 

Saya tahu bahwa untuk setiap langkah saya, pakaian bawah saya tersibak, sehingga ia dapat melihat bagian paha saya yang mulai sangat memutih, kira-kira 20 cm di atas lutut. Saya merasa sangat sexy dan nakal, dibarengi dengan birahi. Saat itu saya tidak ingat lagi akan suami dan anak. Pikiran saya sudah mulai diselimuti oleh nafsu berahi.

Secangkir kopi yang masih panas saya bawa ke ruang tamu. Tepat di depan sofa ada meja pendek untuk meletakkan penganan kecil atau pun minuman. Saya berjongkok persis di seberang Enda untuk meletakkan kopi. Saya berjongkok dengan satu lutut di lantai sehingga posisi kaki agak terbuka. 

Samar-samar saya mendengar Enda mendesis. Sambil meletakkan kopi saya lirik dia, dan ternyata ia mencuri pandang ke arah paha-paha saya. Saya yakin ia dapat melihat nyaris ke pangkal paha saya yang tertutup celana dalam putih. Sambil berjongkok seperti itu saya ajak dia ngobrol.

“Ayo di minum kopinya Bud, nanti keburu dingin”, kata saya.

“Oh, ya, ya, terima kasih”, kata Enda sambil mengambil kopi yang memang masih panas, sambil kembali pandangannya menyambar ke arah bagian dalam paha saya.

“Apa tidak berbahaya terlalu banyak minum kopi, nanti ginjalnya kena”, tanya saya untuk mengisi pembicaraan.

“Memang sih, tetapi saya sudah kebiasaan”, kata Enda. Sekitar tiga menitan saya ngobrol dengan Enda membicarakan masalah kopi, sambil tetap menjaga posisi saya. Saya lihat Enda mulai gelisah dan mukanya agak pucat. Apakah ia terangsang, tanya saya dalam hati. Cerita Sex Jilbab Selingkuh –

Kami terdiam beberapa saat. Secara perlahan saya merasakan memek saya mulai berdenyut. Suasana ini membuat saya mulai terangsang. Pandangan saya tanpa terasa menyaksikan sesuatu yang mengguncang dada. Saya melihat mulai ada tonjolan di celana Enda di bagian dekat pangkal paha. 

Dada saya berdebar-debar dan darah terasa mendesir. Saya tidak sanggup mengalihkan pandangan saya dari paha Enda. Astaga, tonjolan itu semakin nyata dan membesar hingga tercetaklah bentuk seperti batang pipa. 

Oh., ukuran tonjolan itu membuat saya mengejang. Saya merasa malu tetapi juga dicengkeram perasaan birahi. Muka saya terasa memerah. Saya yakin Enda pasti menyaksikan saya memandangi tonjolan kontolnya.

Saya merasakan nafsu yang menggejolak dan pumya keinginan untuk meremas tonjolan itu.

“Eh .. Bud, kenapa kamu? Kamu kok kayaknya pucat lho”, astaga suara saya terdengar gemetar.

“Ah.., kak Win .., enggak … apa-apa kok”, suara Enda terputus-putus, wajahnya agak tersipu, merah dan tampak pucat.

“Itu kok ada tonjolan, memangnya kamu kenapa?”, kata saya sambil menggangukkan kepala ke tonjolan di celananya. Ahh, saya malu sekali waktu mengucapkan itu, tapi nafsu saya mengalahkan semua pikiran normal.

“Ehh.., euuuh., oh yahh ., ini lho, penampilan kak WIN beda sekali dengan biasanya” kata Enda jujur sambil terbata-bata. Saya paksakan diri untuk mengatakan

“Apa Enda tertarik . terangsang .. melihat kak Win?”.

“Ahh, saya nggak bisa bohong, penampilan kak Win .. eh . tidak biasanya. Kak Win mesti sudah bisa lihat kalau saya terangsang. Kita kan sudah bukan anak kecil lagi” kata Enda.

Tangan saya terasa mengejang menyentuh benda yang keras dan liat tersebut. Terasa kontol Enda bergerak-gerak menggeliat akibat sentuhan dan remasan tangan saya.

“Eehhmm.” Enda mendesah. Tanpa terasa saya mulai meremas-remas tonjolan itu, dan kontol batang Enda terasa semakin bergerak-gerak.

“Oooh kak Win, eeehhhmmm … ohhgg, nikmaat sekali .”, Enda mengerang. 

“Eeehhh . jangan terlalu keras kak meremasnya, ahh .. diusap-usap saja, saya takut tidak kuat nahannya”, bisik Enda dengan suara gemetar.

Ditempelkannya bibirnya ke bibir saya dan digesek-gesekkan. Rasa geli dan panas terasa menjalar merambat dari bibir saya ke seluruh tubuh dan bermuara ke daerah selangkangan. Saya benar-benar terbuai. Saya tidak lagi mengusap-usap kontolnya dari balik celana, tetapi kedua lengan saya sudah melingkari lehernya tanpa sadar. 


👉 HALAMAN 2

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pertama Dan Terakhir Kali Perselingkuhan Ku Dengan Kerabat Dekat"

Posting Komentar