Aku teruskan mengurut bagian pangkal tangannya, sekarang melingkar ke pergelangan pangkal tangannya, dan dengan gaya professional, kusisipkan telapak tangan kananku di bawah ketiak kanan Mia, sambil sebentar-sebentar menyentuh samping atas buah dadanya yang kanan juga. Bagian tangan sudah cukup kurasa karena sedari tadi sambil kuurut sambil menyentuh bagian atas buah dada anak tiriku ini. Dia diam saja tanpa komentar apapun, dan yang kutahu dia merasakan sedikit kenikmatan.
Gerakanku berpindah ke leher belakangnya dengan kedua telapak tangan kuurut dari atas menuju ke dua pundak atasnya dengan lembut. Gerakan ini berlangsung 5 menit. Tanpa ada protes dari Mia, suasana hening masing-masing dari kami menikmati apa yang terjadi, yang jelas aku terus mengatur siasat dengan jitu, tapi yang kutahu Mia diam sambil memejamkan mata. Pijitan lembutku sekarang kupindahkan ke bagian punggung belakang Mia. Perlahan kubuka pengait tali BH-nya yang melintang di punggung. Tidak ada reaksi menolak, misi berjalan dengan sempurna.
Kutelusuri kedua telapak tangan ini dari atas sampai ke panggal pinggangnya berulang kali, terkadang dari atas ke bawah. Sedikit demi sedikit posisi telapak tangan kurubah seperti seolah-olah aku sedang memegang sebuah benda bulat dengan kedua jempol tanganku berada di punggungnya, dan keempat jari kanan dan kiriku berada di samping tulang rusuk Mia. Sesekali kusentuh bagian samping buah dadanya secara bergantian antara yang kiri dan yang kanan, terasa masih sangat kencang dan mumbul. Posisi dudukku sekarang sudah agak merendah, tidak lagi tegak seperti tadi. Kuberanikan diri sekarang menyentuh hampir seluruh bagian samping buah dada Mia dengan pelan dan lembut, tidak ada sanggahan, Mia semakin menikmati.
Suasana remang dan hening yang terdengar hanya suara motor fan AC yang sejuk menambah kenikmatan Mia. Kalau diperhatikan oleh yang professional, kegiatan sekarang bukanlah kegiatan mengurut yang keseleo, tapi kegiatan mengelus sebagaimana yang kujanjikan pada Mia tadi. Kegiatan telapak tanganku sekarang sudah mulai berani menyentuh semua bagian samping buah dada Mia yang memang bagian depannya masih tertutup oleh BH yang baru telepas pengait bagian belakang, sedangkan kedua tali yang di pundak masih menempel.
Perlahan kunaikkan keempat ujung jariku ke bagian atas buah dada yang ranum itu, kedua tangganku masuk di antara kedua tangan Mia, dan jari-jariku, kiri dan kanan tidak termasuk jempol, masuk menelusuri bawah tali BH. Mia diam seribu bahasa, tanpa berkomentar dan bersuara, namun satu reaksi yang menggembirakanku yang membuktikan misiku berjalan mulus ialah, posisi duduk Mia tidak bersila lagi, perlahan digerakkan kakinya lurus ke depan dan saling bertindih, itu pertanda Mia sudah mulai terangsang.
Dengan posisi tadi tentu saja ketahanan tubuhnya tidak ada, sehingga secara tidak sadar Mia telah bersandar di dadaku. Untung saja posisiku masih berlutut, sehingga si batang ganas yang sudah mengamuk ini tidak menyentuh punggung Mia yang sedari tadi tidak berbusana. Kepala Mia sekarang bersandar di dada atasku, mata terpejam, bibirnya yang merah tertutup rapat, kedua tanggannya lunglai di samping. Entah apa yang sedang dipikirkannya, apakah menikmati permainan jariku di sekeliling buah dadanya atau tertidur karena kelelahan bertanding basket tadi. Aku tidak perduli semua itu.
Sementara Mia bersandar di dadaku, jariku terus bermain di sekeliling buah dada Mia, sambil kuperhatikan gundukan kemaluan Mia yang masih tertutup celana karet ketat, dan kuberpikir bahwa sebentar lagi aku akan menjilatinya. Bim Sala Bim, kuberanikan sekarang kedua telapak tanganku menelusuri ke dalam penutup BH Mia. Perlahan ujung jariku menyentuh samping puting susu Mia, dan tidak ada masalah, semua berjalan mulus. Dengan lembut kujalankan telapak tanganku menutupi kedua buah dada Mia dari belakang, buah dadanya yang kiri kututupi dengan telapak tanganku yang kiri, dan yang kanan dengan telapak tanganku yang kanan, posisiku seolah-olah sedang memeluk dari belakang.
Jantungku semakin berdebar, hanya baru dapat kubayangkan bahwa besarnya buah dada Mia sebesar telapak tanganku, keras dan menempel tegak karena memang masih tertutup BH-nya. Tidak ada penolakan , dan aku semakin bergairah, perlahan kutempelkan pipiku di pipinya, lembut kucium pipinya, ujung atas daun telinganya, dan jari telunjukku sekarang sudah mulai bermain dengan kedua puting susu Mia.
Kulihat kakinya makin mengejang, sehingga dapat kupastikan dia tidak tertidur tapi sedang menikmati permainanku. Kulihat juga sekali-sekali Mia menggigit bibir bawahnya nan merah itu. Ingin rasanya aku melumatnya. Tapi nantilah ada masanya. Perlahan tangan kiriku keluar dari sarung BH Mia yang sedari tadi asyik bermain dengan puting susu kiri Mia, sementara jari kiriku masih tetap asyik dengan puting kanan Mia. Tugas tangan kiriku sekarang ialah melorotkan tali BH yang sebelah kiri, dan sekarang telah jatuh ke bawah, tugasnya selesai dan kembali lagi dengan permainan puting susu tadi, tapi tidak lagi masuk melalui bawah ketek Mia, datangnya sekarang dari arah atas.
Bergantian tugas dengan tangan kiri, si tangan kananku juga melakukan tugas yang sama dan kembali lagi dengan kegiatan semula, yaitu bermain dengan puting susu Mia persis seperti yang kiri, yakni dari atas. Lebih leluasa lagi aku bereaksi, dengan lembut kuturunkan semua penutup BH Mia dari atas ke bawah, seolah-olah takut Mia terbangun. Dan setelah BH Mia terlepas dari posisinya, terlihat jelas buah dada yang masih muda, ranum, keras dan menonjol ke depan dengan puting susu yang asyik kumainkan tadi, rupanya kecil berwarna merah dan sangat menggairahkan.
Kuelus-elus lembut sambil kucium leher Mia, dan dia hanya bersuara, “Ahk.., ahk..” sambil mengencangkan lipatan kakinya. Kupindahkan kedua telapak tanganku ke bagian belakang pundak Mia dan kutahan serta kubimbing pelan-pelan Mia untuk berbaring telentang. Kuperhatikan Mia masih terpejam dengan posisi telentang saat ini. Sementara posisiku masih di belakangnya, atau berada di ujung kepalanya.
Indah sekali tubuh ini gumamku dalam hati, dada mumbul, pinggang kecil dan vagina membukit. Tanganku masih bermain di sekeliling buah dada Mia. Kubungkukkan badanku dengan mendekati wajahku ke buah dada Mia, sehingga posisi perutku tepat berada di atas wajah Mia yang sedang memejamkan mata tadi, akau masih mengenakan kimono. Kutempelkan wajah ke buah dada Mia yang kiri dan kanan bergantian. Dan kukecup di antara kedua belah dada Mia, lembut kugerakkan ke arah puting kiri, lidahku menjulur dan berputar-putar, bergantian dengan puting sebelah kanan.
Mia mulai bersuara lagi seperti tadi mengerang nikmat, tapi hanya sekali. Tidak kusangka Mia benar-benar menikmati. Entah obsesi apa yang membuat dia begini, yang pasti aku berhasil menikmati tubuh yang sudah lama kuangan-angankan. Ciuman demi ciuman kulakukan terus di kedua buah dada Mia, rasanya tidak puas-puasnya. Batang kemaluanku sudah menonjol keluar di antara komonoku, keras dan besar, karena posisiku di atas Mia dengan berlawanan arah maka tidak terlihat oleh Mia batang yang sedari tadi mengintip keluar.
Sambil tetap menciumi dada yang mumbul itu, tanganku mulai meluncur ke bagian bawah tubuh Mia, lembut kutempelkan di atas gundukan vagina yang sedang dijepit kedua paha yang berlipat sedari tadi. Sedikit demi sedikit kumiringkan telapak tanganku memasuki jepitan paha Mia. Dia sedikit berontak, tapi diam lagi, ahk.., mungkin kaget kurasa. Terasa jepitan pahanya mulai mengendor, dan perlahan kaki Mia mulai merenggang, dan dengan bantuan kedua tanganku, kulebarkan belahan kakinya.
Kini jari-jariku leluasa bermain di atas gundukan yang masih terbalut celana karet ketat ini. Jari tengah kanan kugosok naik turun di antara belahan vagina Mia. Suaranya sekarang mulai banyak terdengar, sudah tentu suara mengerang, nafasnya juga sudah mulai tidak beraturan, ini dapat kudengar dari hembusan udara yang keluar dari hidungnya menerpa daguku.
Tanganku kutarik ke atas perut Mia, perlahan kedua tanganku masuk ke dalam celananya. Dan sekarang sudah kurasakan bulu-bulu lembut yang tumbuh di atas gundukan tadi. Kuteruskan gerakan tanganku, tapi tidak langsung menuju vagina Mia. Kuarahkan sedikit ke samping di antara kedua pangkal pahanya sambil sedikit-sedikit menyentuh bibir vagina yang masih keras itu. Kupindahkan telapak tanganku menutupi vaginanya, dan kutarik ke atas sedikit, sehingga jari tengah tanganku berada pas di belahan vagina Mia.Dia tersentak dan berkata, “Pa..,”Selanjutnya diam, aku terus bermain dengan jariku sambil mencium buah dadanya.
Kesabaranku hilang. Kukeluarkan tanganku dari celana Mia, dan dengan lembut kuturunkan celana berikut CD Mia sekaligus ke bawah, namun baru sampai di posisi dengkul Mia berontak dan menekuk kakinya seraya berkata, “Papa.., Jangan Pa.., Sudah Pa..,” pintanya merintih.Aku tidak menjawab, tanganku masih memegang celana dan CD-nya, tapi gerakanku berhenti, tidak memaksa untuk melepaskan celananya.
Aku tidak kehabisan akal, dengan cepat kupindahkan ciumanku yang dari tadi di buah dada montok dan keras itu menuju ke sela-sela paha Mia. Dengan sangat terlatih lidahku sudah menyentuh klistoris Mia. Dan dia merintih lagi dengan memanggilku.“Pa.., Mia..,” suaranya terhenti entah kenapa, yang pasti merasa nikmat dengan permainan lidahku yang sudah pakar ini, terbukti kakinya yang sedari tadi ditekuk sekarang sudah lurus lagi.Sambil bermain dengan lidah di bibir vagina Mia, kedua tanganku meneruskan melepas celana dan CD Mia, terlepas sudah.
Kusadari sekarang apa penyebab sapaan Mia barusan tadi terhenti, rupanya kemaluanku sedang menonjol berdiri tepat di atas wajah Mia, yang posisinya telentang di bawahku. Posisi kami sebagaiman yang sering disebut orang dengan posisi 69. Kulihat Mia melototi kejantananku. Aku terus bermain dengan vagina Mia, vaginanya sudah basah dan wangi, dan asin rasanya. Kujilati sepuas-puasnya, dan kuraih tangan kanan Mia, kubimbing menuju ke batang kemaluanku, kutempelkan telapak tangannya, kutuntun untuk memegang, dia menurut saja, tapi hanya memegang dan tidak lama kemudian dilepaskannya.
Kulihat Mia mulai menggerakkan pinggangnya ke kiri dan ke kanan, didorong-dorong ke atas merapatkan ke bibirku. Dan mendesah, “Eehk.., Ahk.., ahk..,”Keadaan ini tidak kusia-siakan, aku langsung berpindah posisi sambil melepas kimonoku, berputar searah dengan posisi Mia, dan secepat kilat juga aku sudah berada di atas Mia, namun tidak menindih tubuhnya dengan tubuhku yang besar dan berat ini.
Bagian yang belum kunikmati dari tadi ialah mencicipi bibir yang merah dan mungil kecil ini, dan langsung saja bibirku mengulum bibir Mia. Dia menyambut dengan nafsu, tidak kusangka kudapatkan semua dengan sempurna. Sambil berciuman, aku rapatkan zakarku yang sudah mengeras dari tadi ke bibir vagina yang masih rapat dan kecang itu. Sulit aku menemukan lubang vagina Mia, apa karena masih rapat atau karena beda panjang badan yang mencolok, kalau berdiri tinggi Mia memang setinggi pundakku.
Sambil menekan-nekan posisi badanku, sekarang sudah menekuk, tidak lagi mencium Mia, tapi tidak kusia-siakan yang ada di depanku, yakni kucium buah dadanya lagi. Mia merintih, kali ini rintihannya benar menahan sakit, padahal batangku belum menembus ke dalam, baru kepala batangku berada di bibir luar vagina Mia, tapi dia sudah merintih.“Papa.., sakit Pa..” rintihnya.“Aduh Sakit Pa..” ulangnya.“Ahk.., u.. hk..”“Papa.. sakit..!” teriaknya.Aku tersentak karena teriakannya, Mia berteriak sakit, tapi aku belum memasukkan batang kemaluanku sedikit pun, baru hanya menyentuh bagian luarnya. Akhirnya aku berpikir bahwa kalau kupaksakan untuk menusuk semua batang zakarku yang panjang 17 cm, dan berdia meter 5 cm ini, akan berakibat fatal, yakni Mia bisa jadi tidak ikut ke pesta atau datang ke pesta dengan jalan terjingkat-jingkat. Aku putuskan bermain dengan menggesekkan batangku di bibir vagina yang tembam itu. Aku berhenti sejenak, dan bertanya pada Mia.
“Apa kamu merasakan nikmat Nak..?” tanyaku lembut sambil mengelus keningnya.“Ia Pa.., tapi ada sakitnya..” jawab Mia lugu.“Kamu pernah seperti ini Sayang..?” tanyaku lagi.“Belum Pa.., Ciuman aja baru sama Papa tadi ini..” katanya lugu.“Benar kamu belum pernah ciuman..?”“Benar Pa.. sumpah..”
Kalau soal di luar ciuman aku percaya dia belum pernah, karena dari tadi sejak aku mulai mengelus buah dadanya sampai menciumi dan bahkan menekan zakarku ke vaginannya, dia kaku tanpa mengibangi, hanya pinggulnya yang bergerak, itu pun dikarenakan naluri kewanitaannya.
Percakapan aku sambung lagi sambil tetap berpelukan tanpa busana dengan posisi aku masih di atas, dan batang besarku tetap kutempelkankan pada vagina Mia. Memang kuraskan mulai agak mengendur.
“Kamu pasti belum puas..?” kataku.“Maksud Papa puas itu seperti apa..?” tanyanya lugu.“Puas itu ialah mencapai kelimaks, yang tandanya Mia merasakan seolah-olah kayak pipis, tapi tidak pipis, dan setelah itu badan Mia terasa lemas.” jelasku.“Ah.., Mia enggak ngerti ah Pa..” dia kelihatan binggung.“Tapi Mia maukan mencoba dan merasakannya..?” tanyaku merayu.“Emm.., mau sih Pa.., tapi tidak pakai sakit Pa..” jawabnya manja.“Boleh deh..” jawabku singkat.“Janji ya Pa..!” pintanya manja.“Janji..” kataku.“Sekarang Mia peluk Papa dan cium bibir Papa sperti tadi..”
Tanpa malu-malu lagi Mia memeluk dan menciumku dari arah bawah. Aku pun segera menyambut ciumannya dengan menjulurkan lidahku masuk ke dalam mulutnya, Mia pun langsung bermain dengan lidahnya. Sedangkan bagian bawah mulai kutempelkan, dan aku gerakkan ke kiri dan ke kanan. Naik dan turun, sehingga sedikit demi sedikit kemaluanku mulai membesar lagi. Dan sekarang sudah mengeras seperti tadi, tetap kutempelkan di vagina Mia, naik dan turun kugesekkan pada bibir tumpukan daging yang tembab itu.
Ciuman bibir kami berhenti, karena Mia sekarang lebih banyak bersuara.“Pa.., ahk, Pa..,”“Enak Sayang..?”“Ia Pa.”“Sakit Sayang..?””Tidak.. ahk..! Au..,”“Sakit Sayang..?”“Ahk.., i.. au.. ahkk..!”Kuteruskan gerakanku naik dan turun sambil menekan batang kemaluanku yang sudah mengeras. Dan pelukan Mia semakin erat kurasakan.
“Apa rasanya Sayang.., enak Nak..?” tanyaku manja.“Enggak tau Pa.., Mia rasanya mau pipis Pa.. ahk..!”“Pa.. a.., Mia mau pipis Pa..,”“Ah.. uhk.., ahhkk.. ahhkk.., Papa.., Mia.. Pa.. Mia mau.. Pa.., Mau pi..”Kuhentikan gerakanku dan kurenggangkan zakarku dari vaginanya. Dan aku merosot ke bawah menuju selangkangan Mia untuk menciumi vagina yang merah jambu ini, sambil meraih dua remote untuk menyalakan TV dan VCD, yang sudah kupersiapkan, bila misi urut mengurut gagal, maka akan kualihkan dengan misi nonton VCD Porno. Tapi VCD ini akan bermanfaat untuk Mia berlajar saat aku memintanya nanti mengulum batang ajaib ini.“Sekarang Mia pipis sepuasnya sambil Papa cium dan Mia juga sambil nonton ya..!”“Ia Pa..”Aku mulai mencium bagian yang sangat sensitive, Mia mengerang dan bergerak.“Au.., Ahhk.., ahhkk.., Enak Pa.., he.. ahhk.., Pa terus yang itu Pa.. Enak yang di situ ahhkk.., Pa.. Mia sudah.. ahhkk.. aakk..“Papa.., Mia pipis ya.., ahhkk..,”Aku mengangguk sambil mempercepat lumatan lidahku di vaginanya, dan tidak lupa meremas-remas buah dada yang sekal itu.
“Pa.., Mia.., Pa.. pi.. aa.. hh.. akk ahhkk.., Mia ii.. Papa udah Pa.. ahhkk, Mia udah pipis Pa.., uhh..!”Benar dia sudah dapat dan mencapai orgasmenya, aku merasakan hangat di bibirku, dan badan Mia sekarang melemas sambil melipat kedua kakinya. Aku langsung naik ke atas dan berbaring di samping sisi kanan Mia. Aku cium pipinya dan kupeluk badannya yang sedang tidur telentang.Kuelus lembut buah dadanya, dia diam dan telentang tidak merasakan malu seperti tadi. Sementara batang kemaluanku masih mengeras.
TV masih menyala dengan gambar adengan porno seorang wanita bule sedang mengulum batang kemaluan pria bule. Kulihat Mia memperhatikan adengan yang ada di TV, kubimbing tangan kanan Mia menyentuh zakarku yang mengeras. Dia tidak menolak, bahkan sekarang menggenggamnya dengan keras, dan sebentar-sebentar digerakkan, aku sadar dia belum mengerti apa maksudku, sehingga kubiarkan berjalan apa adanya.
Setelah beberapa menit saling diam, sementara Mia merasakan nikmatnya pipis yang dia maksud dengan sambil menonton TV, aku juga terus memandangi tubuh yang indah ini, aku pun berkata memecahkan kesunyian.“Sekarang kita mandi Sayang.., nanti kita terlambat ke rumah Oma..”Dia kaget dan langsung melihat dan memelukku, dan berkata, “Terima kasih Pa..”Aku tersenyum dan langsung menggendong tubuh mungil ini ke kamar mandi.
“Kita mandi bareng ya.., biar rapihnya cepat..” kupeluk Mia dalam gendonganku sambil kucium bibirnya, dia membalas dengan mesra.“Lagi pula Mia kan tugasnnya belum selesai..” sambutku lagi.“Tugas apa Pa..?” Mia bertanya sambil mengerutkan kening, dan memang dia benar-benar tidak tahu.
Sesampainya di kamar mandi, kuturunkan Mia dari gendonganku dan masih berhadapan denganku. Kukulum lagi bibirnya, dia berusaha melepas dan bertanya.“Tugas apa Pa..?” tanyanya penasaran.“Papa kan belum pipis seperti Mia, jadi tugas Mia bikin pipis Papa..”
Kubungkukkan badanku untuk mencium bibirnya lagi, belum puas rasanya aku menciumi semua badannya, untuk itu aku ajak dia mandi bareng.Dia lepaskan lagi ciumanku dan bertanya, “Caranya bagaimana Pa.., apa seperti yang di film tadi..?” tanyanya lugu.Aku tidak menjawab dengan jelas, sambil berkata aku langsung mencium bibir Mia lagi.
“Pokoknya Mia pasti bisa bikin Papa pipis.., Mia ikuti aja apa yang Papa suruh..!” tegasku.“Tapi tidak sakit kan Pa..?” tanyanya.“Ya.., tidak Sayang..” jawabku.
Dan langsung saja kuciumi bibirnya, sangat kunikmati, kepeluk dan kujilati lehernya sambil berdiri dan berpelukan. Kuangkat badannya dan kududukkan Mia ke atas Meja westafel yang berada di belakangnya. Kucium dengan leluasa buah dadanya di bawah sinar lampu kamar mandi yang terang menderang. Puas dengan bermain di buah dadanya dan memperhatikan dengan jelas, ciumanku pindah ke bawah perlahan, dan menuju ke arah sela-sela paha.
Bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar tumpukan daging nikmat itu kujilati dengan mesra, sesekali menyentuh bagian bibir vagina Mia, sengaja kubasahi bulunya agar tidak menutupi bagian yang sangat indah ini. Kuangkat kedua kaki Mia ke atas meja westafel yang sedang dia duduki, sehingga posisinya duduk mengangkang dengan kaki menekuk. Sekarang terlihat jelas bagian dalam vagina yang muda ini, berwarna merah, cantik, masih asli dan belum melar. Kujurkan lidahku menjilati sampai ke bagian dalam, kulihat Mia menikmatinya.
“Ahhkk Pa.., udah Pa.., Mia kan tadi udah dapat pipisnya Pa..”“Ia sayang, Papa hanya cium aja, Papa tidak bikin Mia pipis lagi..”Kuhentikan ciumanku pada vagina Mia, karena kurasakan sudah cukup puas, dan aku pun merasa sudah tidak kuat lagi menahan desakan air maniku yang sedari tadi sudah mau keluar. Aku angkat turun Mia dan kucium bibirnya, dia membalas dengan mesra pula. Kupeluk rapat badannya dan sambil berputar, dimana aku yang membelakangi westafel. Kubimbing kepalanya ke bawah dan kudekatkan batang kemaluanku ke bibirnya.
“Mia.., Sekarang Mia bikin pipis Papa ya Nak..?”Dia duduk berlutut bingung sambil memandangiku ke atas, aku tahu apa artinya itu.“Mia ciumi itu seperti yang Mia lihat di film tadi.”“Mia isap-isap seperti Mia minum es krim..”
Tanpa berkomentar Mia pun bereaksi, awalnya memang aneh, hanya pada bagian ujung batang kemaluanku saja yang di kecup. Kubiarkan apa saja yang dia lakukan. Perlahan kurasakan dia mulai memegangi batang kemaluanku dengan kedua tangannya. Bibirnya pun mulai terbuka lebar, dan pelan masih gerakannya, tapi sudah mulai kurasakan setengah dari batangku masuk ke mulutnya.
Tidak begitu lama aku sudah merasakan kemahiran Mia seperti yang kurasakan kalau Mamanya bertugas seperti ini. Kupeganggi rambunya dan kepalanya lembut sambil menggerakkan maju mundur.
“Iya.., Sayang.., Papa hampir pipis Nak..”“Terus..! Yang kencang Sayang.. Ah.. enaknya Nak.. Mia.., aduh Sayang.., enak Nak..!”“Pintar kamu manja..”Terus kugerakkan kepalanya maju mundur.“Sayang terus Sayang.., jangan berhenti..! Papa hampir.., ahhkk.”“Kalau Papa mau pipis Mia langsung berdiri ke samping Papa ya.. ahhmm..!””Terus Nakk, auu ya.., Terus cium Nak..! Sambil dihisap Nak..”“Ya, gitu.. Ya.. Ahh.., kk..,”“Sudah Mi.., kesini..!”
Kutarik Mia ke samping dan kupegang tangan kanannya tetap memegang batang yang keras ini dan ajarkan untuk mengocok, ternyata dia cepat mahir, sehingga kulepas tangganku, dan dia terus menocok barangku. Kupeluk dia dari arah samping yang memang sudah berdiri di sisi kananku. Badannya agak sedikit membungkuk, karena tangan kanannya sedang mengocok barangku.
“Terus Sayang, yang cepat lagi, ahhkk, diremas lagi Nak..!”“Ya.. Papa dapat sekarang sayang, terus Nak.., jangan berhenti sampai Papa berhenti pipisnya, ahhkk.”
Lunglai sudah badanku lemas rasanya, kupeluk Mia dengan mesra, dan sambil kuperhatikan semburan air maniku yang mencapai satu meter itu. Pelan zakarku mengecil. Selanjunya kami pun mandi bersama saling menggosok badan tanpa ada rasa malu lagi. Mia pun tidak merasakan keseleonya yang tadi dia derita.
Selesai mandi kami pun bersalin di kamar masing-masing. Selesai berdandan aku dan Mia berangkat menuju ke rumah Omanya. Dalam perjalanan aku berpesan bahwa kejadian tadi jangan diceritakan pada siapa pun, dan kalau tidak Mia akan tidak pernah dapat pipis yang enak lagi ancamku. Dia tersenyum seolah-olah setuju.
Di pesta suasana kami berdua berjalan biasa, begitu juga sehari-hari, karena memang Mia sehari-harinya manja denganku.
0 Response to "Anak Tiri Ku Yang Menggoda"
Posting Komentar